Minggu, 07 April 2019

Picisan

Haloo!

Apa kabar?

Masih sehat (akal)?

Baiklah, kembali lagi bersama penulis.

Kali ini penulis mampir lagi, untuk meluapkan isi hati. Haha.
Usia penulis sudah melebihi seperempat abad, Saudara-Saudara! Yak, katakan saja dewasa, belum tua, bukan?
Di usia ini, tenyata benar kata orang-orang. Lingkar pertemanan semakin mengecil. Teman berbagi cerita semakin sedikit. Bahkan penulis harus mampir ke blog hanya untuk bercerita. Haha.

Gini-gini. Bukan berarti penulis udah gak punya teman lagi. Tapi berasa suasananya makin beda. Kebutuhannya makin beda. Dan yang pasti, kesadaran untuk tidak mengganggu hidup orang lain jadi makin tinggi.

Apa yang mau penulis ceritakan?

Siapkan popcorn, kalau bosen lemparin aja popcornnya!

Jadi gini, kira-kira sebulan yang lalu, penulis baru saja menyelesaikan sebuah hubungan dengan seorang laki-laki. Wahaha. Akhirnyaaa... ada cerita tentang beginian juga kan di blog ini?
Bagaimana rasanya? Nyesek sih pasti. Mana hubungannya baru berjalan sekitar dua bulan. Sesingkat itu. Padahal kami dekat cukup lama, sekitar setahun lebih. Gak sesuai kan. Deketnya lama, menjalin hubungannya sesingkat itu.

Lalu apa yang menyebabkan kami berpisah?

Pertama, penulis masih harus bergelut menghadapi keadaan psikologis di mana perubahan mood sangat rentan. Dan, dia tidak yakin bisa menghadapi itu. Dia sempat menyarankan penulis untuk meminta bantuan psikolog. Belum sempat penulis lakukan sampai sekarang, dan dia sudah bilang ragu bisa menghadapi penulis di masa depan.
Penulis menyalahkan dia? Sebetulnya penulis ini berusaha untuk menerima dan memahami keadaan, bahwa sepertinya penulis ini memang memiliki andil untuk salah juga. Tetapi, supaya lebih tenang dan suasana hati lebih baik, penulis menyalahkan dia. Toh, kita semua pernah menjadi jahat dalam cerita orang lain, kan? Jadi, yah, mungkin ada kalanya kita harus mengambil cara yang paling tidak bijak demi mengobati diri sendiri.

Kedua, dia ragu dengan keadaan keluarga penulis. Yep, keadaan keluarga penulis memang sedang tidak baik. Dan si penulis ini pun sedang dalam posisi berusaha menerima keadaan di sekitarnya. Tetapi terkadang terbesit pemikiran, "Aku gak pernah minta untuk berada dalam keadaan seperti ini." Itu semua di luar kuasa penulis sebagai manusia. Dan dia meragukan hal yang terjadi di luar kuasa penulis, rasanya tuh kayak diiris-iris. Periiih. Siapa yang pernah minta sih untuk ada dalam keadaan tertentu? Tetapi, yaudahlah. Kalau dipikir lagi, setiap orang berhak memilih yang terbaik untuk hidupnya, begitupun dia.

Ketiga, orang tua-nya ragu juga dengan penulis. Ya gak heran sih, toh anaknya juga ragu. Orang tua mana yang mau anaknya menjalin hubungan dengan orang yang dia ragukan. Walaupun nyeseknya pake banget juga, penulis memilih menerima ini tanpa berusaha mempertanyakan lebih lanjut.

Dari hubungan yang sangat singkat itu, perihnya terasa sekali ternyata. Mana penulis masih harus ketemu dia hampir setiap hari karena satu kantor. Akhirnya penulis ngerti, kenapa dulu hubungan satu kantor itu sangat dicekal oleh perusahaan. Hahaha.

Mungkin karena usia yang lebih matang dan pengalaman yang cukup, penulis lumayan bisa menangani suasana hati yang perih ini. Tsaaah picisan lu! Haha. Pesannya apa?
Kita semua berhak bahagia, berhak memilih yang terbaik untuk hidup kita. Kalau Tuhan bilang enggak, kita bisa apa? Rencana Tuhan selalu lebih indah kok.

Penulis sekarang mau kerja aja yang bener, supaya hidupnya dan keluarganya juga lebih baik. Jadi, kalaupun nanti ketemu orang lagi, ga ada lagi alasan karena sesuatu yang di luar kuasa penulis. Itu pun kalau ketemu. Kalau enggak, ya penulis bisa bahagia dengan caranya sendiri.

Tuhan Maha Penyayang kok. Jalani aja hidup dengan banyak tersenyum :)

Salam,
Penulis yang sekarang udah makin picisan