Selasa, 28 April 2015

Menjadi dewasa

Hai pembaca-pembaca (maksud gue elu ndri dan gue juga, karena bentuk katanya plural) sekalian. Apa kabar? Sudah bertahun tahun penulis ga posting di blog ini. Tapi karena sekarang penulis punya waktu luang, kalo ada hal yang menarik akan penulis share di blog tak terjamah pembaca ini. Oke kali ini penulis mau nyeritain arisan angkatan tanggal 18 April 2015 lalu. Menurut mandat sang pemenang arisan sebelumnya, bocah depok imut namun penderita beser akut, Fina, arisan bulan April harus dilaksanakan di pinggiran kota tempat para mahasiswa mengggantungkan cita-citanya, yaitu Depok.  Sebenarnya penulis juga turut berperan dalam memilih restoran buat arisan, lebih tepatnya ngeloby Fina supaya arisannya di restoran korea, Mu ji Gae karena penulis belom pernah makan di sana. Hahahah. Alasan lain kenapa anak-anak pada mau arisan di Depok karena selain buat nostalgia masa kuliah juga buat liat bekas kebakaran di margocity. Kurang hiburan yah kami, sedih deh.

Anyway, penulis, Indri, dan Fina memutuskan buat datang lebih dulu dari waktu yang ditentukan buat janjian karena pengen window shopping di Detos sekalian beli kado buat nikahan Sisil. Yak sodara-sodara, Anda tidak salah baca. Sisil mau nikah. KAWIN CUUUY. Sebagai teman satu angkatan kami turut bahagia buat pernikahan Sisil sekaligus merasa campur aduk. Mereka yang terlalu cepat dewasa atau kami yang terlalu bocah? Boro-boro nikah, gebetan aja ga punya dan dengan indahnya kami tidak berusaha buat nyari. Super sekali. Pada akhirnya setelah muter-muter matahari Detos, kami tidak menemukan barang yang bagus buat hadiah Sisil dan langsung ke menuju tempat janjian di Margocity.

Baru mau menyusuri lantai dasar, kami berjumpa dengan Chandra dengan bibir merah menyala ala Taylor Swift. Akhirnya kita berempat pergi ke Mu Ji Gae dan langsung pesan makanan, sambil nunggu temen-temen yang lain datang.  Setelah mulai rame, kami semua saling mengabsen satu sama lain, siapa aja yang belum dateng. Dan pada arisan kali ini yang paling banyak ditanyain itu ialah Ima. Berhubung Indri dan Ima sama-sama bekerja sebagai kuli tinta di redaksi yang sama, jadilah Indri bulan-bulanan bagi mereka yang nanyain Ima.

A: “Ndri, Ima kemana? Kok ga dateng?”
Indri : “Ima udah punya pacar”
A: ???

B: “ Ndro, Ima kok ga keliatan? Kemana?”
Indri : “Ima udah punya pacar”

C: “Ndri, Im,,
Indri: “ IMA UDAH PUNYA PACAR”

Entah kenapa semua pertanyaan tentang Ima dijawab dengan jawaban yang sama oleh Indri. Mungkin Indri hanya ingin berbagi kabar gembira dan menjadi juru bicara bagi Ima. Yah, Ima memang termasuk “it girl” di jurusan kami. Parasnya yang cantik, hidung mancung, intelegensi tinggi, berpakaian muslimah, pokoknya gambaran gadis padang solehah se FIB UI deh. Banyak juga kawan-kawan, baik yang seangkatan atau enggak , yang termehek-mehek gara-gara Ima. Walaupun dideketin banyak orang tapi doi ga ngerespon sama sekali. Makanya semua pada amazed pas tau kalo Ima udah punya pacar. Ima punya blog juga loh, semoga dia ga baca tulisan ini.
Sebenarnya Ima ga dateng ke arisan kali itu karena kakaknya lamaran dan akan nikah keesokan harinya, ga ada hubungannya sama pacar sama sekali.


Balik lagi ke arisan, selain agenda utama ngocok arisan, sebenarnya tujuan lain dari pertemuan ini ialah ngerumpi (ngomongin orang-red). Tapi kali ini karena Sisil mulai membuka jalan untuk status baru, dan kami anggap itu merupakan sebuah langkah yang besar, jadi obrolan kali ini lebih dalam, terutama tentang kehidupan. Ternyata, hampir semua orang pada ga puas sama kehidupannya. Yang kerja pengen kuliah lagi, yang lagi kuliah pengen kerja, yang kerja swasta pengen jadi pegawai negeri, yang pegawai negeri pengen resign (itu saya). Setelah lulus kuliah, kita memang dituntut untuk dewasa. Kadang kita belum siap atau belum tau mau melakukan apa buat masa depan. Pada saat itu pula, kita sadar kalo apa yang kita bayangkan tidak sesuai dengan kenyataan, kita harus mengubur mimpi kita, kita akan lebih jarang tertawa. Semua orang sepertinya hidup lebih baik dari kita. Welcome to quarter life crisis when the reality hits really hard.

Tapi apapun yang terjadi, kita harus menjalani hidup kita dengan baik. Walaupun kamu merasa menjalani kehidupan tanpa makna, berikanlah makna bagi hidupmu. Saya ingat sebuah kalimat dari penyair Belanda yang berkata ; Dalam kehidupan yang tak bermakna, atau bahkan tidak diketahui apakah kehidupan itu punya makna atau tidak, tersimpan kesedihan yang mendalam.

Bagi mereka yang mempunyai pekerjaan yang membosankan, tidak memberikan pengaruh bagi orang banyak, dan hanya bekerja hanya sekedar karena diterima bekerja, ingatlah “ Your job can not define you you are”. Okelah, kalo punya pekerjaan yang membosankan dan berada di lingkungan yang membosankan, tapi jati dirimu di luar itu. Kalo kalian kesulitan menentukan jati diri, buka kembali catatan-catatan lama, buku harian, status facebook, blog dan media sosial lainnya. Lihat apa yang orang lain katakan tentang kalian, juga reaksi mereka. Kalian akan melihat pribadi kalian yang sesungguhnya.

Saya sendiri memutuskan mau cari kesibukan dan hobi baru setelah selesai kerja jam 4. Mungkin mau mulai les gitar atau ikut yoga. Sebisa mungkin mau memisahkan antara pekerjaan dan karir, serta menjalani keduanya dengan maksimal.

Sekian curhatannya. Terima kasih.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar