Hai pembaca-pembaca (maksud gue elu ndri dan gue juga,
karena bentuk katanya plural) sekalian. Apa kabar? Sudah bertahun tahun penulis
ga posting di blog ini. Tapi karena sekarang penulis punya waktu luang, kalo
ada hal yang menarik akan penulis share di blog tak terjamah pembaca ini. Oke
kali ini penulis mau nyeritain arisan angkatan tanggal 18 April 2015 lalu.
Menurut mandat sang pemenang arisan sebelumnya, bocah depok imut namun
penderita beser akut, Fina, arisan bulan April harus dilaksanakan di pinggiran
kota tempat para mahasiswa mengggantungkan cita-citanya, yaitu Depok. Sebenarnya penulis juga turut berperan dalam
memilih restoran buat arisan, lebih tepatnya ngeloby Fina supaya arisannya di
restoran korea, Mu ji Gae karena penulis belom pernah makan di sana. Hahahah.
Alasan lain kenapa anak-anak pada mau arisan di Depok karena selain buat
nostalgia masa kuliah juga buat liat bekas kebakaran di margocity. Kurang
hiburan yah kami, sedih deh.
Anyway, penulis, Indri, dan Fina memutuskan buat datang
lebih dulu dari waktu yang ditentukan buat janjian karena pengen window
shopping di Detos sekalian beli kado buat nikahan Sisil. Yak sodara-sodara,
Anda tidak salah baca. Sisil mau nikah. KAWIN CUUUY. Sebagai teman satu
angkatan kami turut bahagia buat pernikahan Sisil sekaligus merasa campur aduk.
Mereka yang terlalu cepat dewasa atau kami yang terlalu bocah? Boro-boro nikah,
gebetan aja ga punya dan dengan indahnya kami tidak berusaha buat nyari. Super
sekali. Pada akhirnya setelah muter-muter matahari Detos, kami tidak menemukan
barang yang bagus buat hadiah Sisil dan langsung ke menuju tempat janjian di
Margocity.
Baru mau menyusuri lantai dasar, kami berjumpa dengan
Chandra dengan bibir merah menyala ala Taylor Swift. Akhirnya kita berempat
pergi ke Mu Ji Gae dan langsung pesan makanan, sambil nunggu temen-temen yang
lain datang. Setelah mulai rame, kami
semua saling mengabsen satu sama lain, siapa aja yang belum dateng. Dan pada
arisan kali ini yang paling banyak ditanyain itu ialah Ima. Berhubung Indri dan
Ima sama-sama bekerja sebagai kuli tinta di redaksi yang sama, jadilah Indri
bulan-bulanan bagi mereka yang nanyain Ima.
A: “Ndri, Ima kemana? Kok ga dateng?”
Indri : “Ima udah punya pacar”
A: ???
B: “ Ndro, Ima kok ga keliatan? Kemana?”
Indri : “Ima udah punya pacar”
C: “Ndri, Im,,
Indri: “ IMA UDAH PUNYA PACAR”
Entah kenapa semua pertanyaan tentang Ima dijawab dengan
jawaban yang sama oleh Indri. Mungkin Indri hanya ingin berbagi kabar gembira
dan menjadi juru bicara bagi Ima. Yah, Ima memang termasuk “it girl” di jurusan
kami. Parasnya yang cantik, hidung mancung, intelegensi tinggi, berpakaian
muslimah, pokoknya gambaran gadis padang solehah se FIB UI deh. Banyak juga
kawan-kawan, baik yang seangkatan atau enggak , yang termehek-mehek gara-gara Ima.
Walaupun dideketin banyak orang tapi doi ga ngerespon sama sekali. Makanya semua
pada amazed pas tau kalo Ima udah punya pacar. Ima punya blog juga loh, semoga
dia ga baca tulisan ini.
Sebenarnya Ima ga dateng ke arisan kali itu karena kakaknya
lamaran dan akan nikah keesokan harinya, ga ada hubungannya sama pacar sama
sekali.
Balik lagi ke arisan, selain agenda utama ngocok arisan,
sebenarnya tujuan lain dari pertemuan ini ialah ngerumpi (ngomongin orang-red).
Tapi kali ini karena Sisil mulai membuka jalan untuk status baru, dan kami
anggap itu merupakan sebuah langkah yang besar, jadi obrolan kali ini lebih
dalam, terutama tentang kehidupan. Ternyata, hampir semua orang pada ga puas
sama kehidupannya. Yang kerja pengen kuliah lagi, yang lagi kuliah pengen
kerja, yang kerja swasta pengen jadi pegawai negeri, yang pegawai negeri pengen
resign (itu saya). Setelah lulus kuliah, kita memang dituntut untuk dewasa. Kadang
kita belum siap atau belum tau mau melakukan apa buat masa depan. Pada saat itu
pula, kita sadar kalo apa yang kita bayangkan tidak sesuai dengan kenyataan,
kita harus mengubur mimpi kita, kita akan lebih jarang tertawa. Semua orang
sepertinya hidup lebih baik dari kita. Welcome to quarter life crisis when the reality
hits really hard.
Tapi apapun yang terjadi, kita harus menjalani hidup kita
dengan baik. Walaupun kamu merasa menjalani kehidupan tanpa makna, berikanlah
makna bagi hidupmu. Saya ingat sebuah kalimat dari penyair Belanda yang berkata
; Dalam kehidupan yang tak bermakna, atau
bahkan tidak diketahui apakah kehidupan itu punya makna atau tidak, tersimpan
kesedihan yang mendalam.
Bagi mereka yang mempunyai pekerjaan yang membosankan, tidak
memberikan pengaruh bagi orang banyak, dan hanya bekerja hanya sekedar karena diterima
bekerja, ingatlah “ Your job can not define you you are”. Okelah, kalo punya
pekerjaan yang membosankan dan berada di lingkungan yang membosankan, tapi jati
dirimu di luar itu. Kalo kalian kesulitan menentukan jati diri, buka kembali
catatan-catatan lama, buku harian, status facebook, blog dan media sosial
lainnya. Lihat apa yang orang lain katakan tentang kalian, juga reaksi mereka. Kalian
akan melihat pribadi kalian yang sesungguhnya.
Saya sendiri memutuskan mau cari kesibukan dan hobi baru
setelah selesai kerja jam 4. Mungkin mau mulai les gitar atau ikut yoga. Sebisa
mungkin mau memisahkan antara pekerjaan dan karir, serta menjalani keduanya
dengan maksimal.
Sekian curhatannya. Terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar