Selasa, 05 Oktober 2010

Oppa U ROCK!!!

Setelah sekian menjalani hari-hari dengan ”biasa” aja tanpa kejadian unik dan lucu yang layak untuk diceritakan, akhirnya penulis hari ini menjalani kejadian yang bisa dibagikan.
Seperti biasa penulis pulang dari kampus menggunakan angkutan umum biru yang lewat tol kesayangan penulis (Fina sangat iri karena gapernah naik angkot yang lewat tol). Biasanya, diangkot dengan nomor yang sama dengan nomor dada pahlawan silat asal betawi yang menggunakan baju putih dengan model dada terbuka dan membawa celurit (penulis lupa namanya, tapi saat masa kanak-kanak penulis dia sangat terkenal bahkan mengalahkan saras 008) sangat sepi, karena para penumpang lebih memilih untuk tidur, dibandingankan bergosip ria layaknya teman-teman penulis dikampus (kadang penulis nimbrung juga si). Hari ini penulis duduk tepat dibelakang pak supir, setelah angkot mulai penuh, naiklah seorang kakek dengan pakaian tentara yang duduk didepan disamping pak supir. Dengan kedatangan si kakek lengkaplah kami ber-12 dan siap maju kedalam laga sepak bola dunia 2014 membawa nama baik Indonesia, oke sekedar intermezzo, maksudnya selesailah ritual wajib para supir angkot, yap tepat sekali ”ngetem”. Saat supir angkot mulai menyalakan mesin, giliran para penumpang yang gelar ritual bersama tidur bareng kaya abis dihipnotis sama Rommy Rafael. Baru setengah kelopak mata yang tertutup tiba-tiba penulis mendengar suara musik nan metal dengan penyanyi bersuara sendu. Karena penulis mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi jadilah penulis mencari asal suara itu. Ternyata suspect pemutar lagu metal nan lawas itu adalah si kakek. E dodo e... ternyata dia muter mp3 di hpnya tanpa headshet dengan volume poll. Penulis bingung kirain cuma ringtone, dengan rambasan gitar nan keras layaknya slipknot dipadu suara lawas yang ga masuk sama musiknya gagallah ritual kami para penumpang. Penulis melihat para penumpang lainnya, ada yang terganggu, ada yang pura-pura ga peduli, ada yang bingung cari sumber suaranya, dan ada yang kaya orang bego celingukan ngeliatin ekspresi orang lain. Suasana angkot jadi beda. Setelah memasuki tol bahkan disepanjang jalan tol lagu-lagu lawas terus bersenandung. Tibalah di antrean gerbang tol, dan musik berhenti. Penulis kira sang kakek sadar bahwa dia sedang duduk di sebuah mobil yang dikenal dengan nama angkutan umum, yang berarti tempat publik dimana kita gabisa seenaknya, dan kepentingan umum lebih diutamakan daripada kepentingan individu, kata buku KN. Ditambah lagi mungkin kakek sadar, takut lagu-lagu lawas metalnya mengganggu telinga supir, dan akhirnya Pak Supir ga denger kalo ada yang bilang ”to the left to the left”.  Penulis senang. Baru beberapa detik SUNYI, jrengjreng... ternyata tadi cuma jeda lagu, alhasil sepanjang jalan alternatif keluar tol berdendanglah lagu-lagu aneh itu. Tak disangka-sangka suara musik berhenti, penulis kembali senang. Ckckck tak disangka tak diduga, ternyata dia cuma ganti lagu, karena lagu sebelumnya terhenti dan digantikan lagu yang lebih aneh. Tempat turun penulis sudah semakin dekat, dan penulis sangat penasaran, kira-kira sampai mana sang kakek bertahan mengumandangkan lagu-lagu ajaibnya. Dan rasa penasaran penulis terjawab kira-kira jarak 300 m dari tempat turun penulis lagu tak lagi terdengar, penulis sangat bersyukur disuasana nan panas dan macet diiringi lagu metal ajaib, rasanya kepala penulis sakit. Ditambah lagi penulis was-was takut suara lembut nan elok penulis ga kedengeran sama abang supir. Saat melihat ke depan ternyata si kakek memang telah mematikan mp3 di hpnya, dan ia kelihatan asik dengan kegiatan barunya, yaitu merekam mobil-mobil lain di depan angkot kami. Voilaaa... penulis tertegun, kakek ini sungguh ajaib!! Well walau begitu penulis tetap salute sama kakek, dengan umur yang sudah cukup tua(ialah kalo muda, om) dia masih hidup layaknya anak muda. Luar biasa toch??

Jumat, 17 September 2010

jumat bodoh

kalau biasanya penulis menganalogikan hari jumat sebagai hari bebas merdeka dari kuliah karena besok weekend,kali ini sedikit berbeda. hari jumat tanggal 17 september 2010 adalah hari yang MEMALUKAN bagi penulis dan partner in crimenya Mely. berawal dari keinginan untuk nonton film Darah Garuda , anggota geng loser Fina,Mely,Fika dan Nike pun berangkat menuju shelter bikun fib setelah puas mabok pempek yang dibawa Fina sebagai oleh-oleh pulang kampung. tidak lama menunggu bikun pun datang menghampiri,senang riang karena tidak perlu menunggu lama dibawah terik matahari, kami pun menatap bikun dari kejauhan dengan penuh harap. sungguh tak dinyanya dan tak diduga ternyata bus tersebut erg vol aka penuh banget. tatapan penuh harap kami berubah menjadi tatapan kecewa. pintu bikun terbuka,jeng jeng jeng jeng tiba-tiba bikun ga ada penumpangnya.eh enggak deng,itu cuma hayalan penulis yang berharap penumpang bikun bisa menguap diudara. yap seperti yang anda perkirakan bikun tetep penuh penumpang,sampe ada yang berdiri (yaiyalah masa tiduran) di tangga pintu masuk. melihat orang yang mau turun bus aja susah,penulis berpikir mustahil untuk bisa naik bus berlima. tapi ternyata kata mustahil tidak ada didalam kamus kehidupan seorang Fina, dengan tubuh yang mungil dia pun melesat naik bikun,nyelip sini dan nyempil sana,Fina pun sukses masuk bikun dengan selamat. tak mau kalah dengan Fina,kami berempat ikutan merangsek masuk kedalam bus,sukses.

di halte berikutnya ternyata banyak penumpang yang turun, alhasil kami tidak harus berdesak-desakan lagi sambil menenteng kamus oranje yang segede gaban sampe-sampe kalo dipake buat nimpuk anjing tetangga dijamin anjing tersebut akan gegar otak dibuatnya. halte demi halte berlalu, kami asik ngobrol,ac bus mulai kerasa karena penumpang yang ga terlalu banyak.tiba-tiba penulis yang berdiri menghadap jalan berbicara pada teman sebelahnya yaitu mely: "mel,kayaknya ini udah nyampe deh" sambil ngeliat jalan yang kayaknya familiar.
"eh iya,kayanya udah nyampe"
mely pun bilang ke Fina,"fin kayanya udah nyampe,ayo turun"
Fina dengan sigap langsung berdiri dan nyajak Fika turun,tanpa babibu Fina,Fika dan Nike berjalan menembus                kerumunan orang di pintu masuk, sedangkan penulis dan Mely yang berdiri di tengah bus sehingga membutuhkan waktu lebih lama untuk keluar bus,berjalan sambil celangak celinguk sambil ngeliatin halte.
"eh kayanya bukan ini deh mel"kata penulis panik
mely yang rada panik langsung nyolek-nyolek Fina yang udah duluan jalan didepan, tapi nasi sudah menjadi bubur Fina,Fika dan Nike sudah turun dari bus. sedangkan dua orang autis dengan panik berusaha mengejar dan keluar dari bus secepatnya. namun apa yang terjadi sodara-sodara? ketika pintu bikun sudah didepan mata, tiba-tiba pintu bikun tertutup. karena panik penulis teriak dengan spontan didalam bus yang setengah penuh. mungkin karena mendengar teriakan perawan yang panik,seorang pria penumpang bus berinisiatif untuk menolong (atau mempermalukan) kami.dia pun berkata (bukan teriak)" pak,berhenti pak" dengan volume suara setingkat kucing tidur.yaa bapak supir bikunnya mana denger,adanya juga yang denger orang-orang asing disekitar kami sehingga ketahuanlah bahwa kami ketinggalan halte.
bapak supir tetep gaspol, kami dua orang mahasiswi kurang beruntung yang ada didalam bus hanya bisa bengong menatap jendela. terlihatlah tiga orang teman kami yang juga begong menatap bikun yang berlalu.
kami bengong
mereka bengong
pembaca bengong karena tulisan ini ga penting

didalam bus yang melaju,saya berpikir "kenapa yang terjebak dibus itu saya dan Mely"
apa karena tingkat intelegensi kami yang sama-sama setara dengan tutup termos sehingga tidak mengetahui dimana kita harus turun? padahal udah setahun lebih kuliah disini tapi pengetahuan masih aja setara maba.
yasudalah menyesal tidak ada gunanya.yang penting sekarang kami harus turun di halte yang benar yaitu fkm. halte berikutnya fkm,kami pun turun dengan sukses. hal yang harus kami lakukan selanjutnya adalah berjalan ke halte fmipa dimana ketiga orang teman kami berada. perjalanan menuju fmipa diisi dengan gelak tawa mengingat kebodohan kami tadi.
penulis berkata, "sorry mel tadi gue teriak,abis reflek"
mely: "tadinya gue pengen pura-pura gak kenal tuh"
sialan lu mel,padahal dia sendiri yang mengiyakan kebodohan gue.
penulis dan Mely tidak akan heran jika suatu saat nanti orang-orang yang berada didalam bus tadi mengingat bahwa orang-orang yang bawa kamus oranje adalah bodoh (berkat kami tentunya)

sesampainya di fmipa,kami pun minta agar kebodohan kami dimaklumi dan kami melanjutkan perjalanan ke detos dengan berjalan kaki. karena insiden bikun,waktu kami terbuang dan kami melewatkan adegan pertama dalam film Darah Garuda. karena merasa ketinggalan cerita,kami duduk tenang sambil nonton. dan ternyata filmnya baguuuus banget,lebih bagus dari film terdahulunya, Merah Putih. diisi dengan special effect yang yahud, adegan bom-boman terlihat amat Hollywood, yaa karena yang bikin tuh film bule kali yah makanya tuh film outstanding banget,tapi sutradara indonesia juga bagus kok,trust me it's work.

setiap film action pasti ada jagoannya, dan kami punya jagoan sendiri-sendiri. Fina dan mely yang menjagokan darius walaupun rolenya sebagai marius cuma sebagai chauffeur alias supir,karena ketika adegan perang darius tugasnya cuma nyetir mobil,nyetir pesawat dan dia juga satu-satunya orang yang mukanya tetep oke walaupun lagi di medan perang,katanya Mely itu berkat iklan biore for men yang ia bintangi.sedangkan nike menjagokan Budi yang saya gatau nama aslinya,yang di film dia berperan sebagai remaja yang sudah angkat senjata.Fika terlalu sibuk berdebat karena granat  dia kira lepet(nama makanan yang),bentuknya sih emang mirip,warnanya juga,tapi penulis tidak tertipu.dia tidak mengira granat itu lepet,melainkan lontong. gubraaaaak.
karena teman-teman saya punya jagoan,penulispun tidak ketinggalan. saya menjagokan
dia

tomb rider versi cowo yang terlihat cool dengan latar belakang pesawat yang meledak. donny alamsyah,two thumbs up!! kasih jempol gaaan

efek setelah menonton darah garuda:menjadi lebih nasionalis dan pengen pindah jurusan

satu lagi postingan ga penting dari mayora

Kamis, 16 September 2010

Red is hot


Matahari berubah menjadi tungku pemanas tepat jam dua siang dimana khatulistiwa berada pada suhu tertinggi(sumber :geografi kls x ).Saat –saat seperti itulah Jani bisa dijadikan objek lawakan karena ada kekontrasan pada diri miss petite ini,dia diberkahi oleh kulit seputih kain kafan namun,dengan rambut merah menyala-nyala minta di gatak.Jadilah Jani menjelma sebagai Alay sejati,rambutnya yang hitam kemerahan menjadi indicator salah satu kelompok  fenomenal di ibu kota dan menjadi salah satu trend serta penanda Era baru di tahun 2000an dengan prinsip ‘BIAR MAKSA YANG PENTING GAYA’.Sayangnya Jani tidak termasuk dalam kelompok mereka.Warna merah selalu berorentasi pada kata ‘hot’ dan hal ini di setujui oleh sebagian kalangan,tapi Jani adalah salah satu orang yang kontra dengan pandapat tersebut.Ia berusaha mengubah rambut merahnya menjadi hitam kelam,dengan upaya antara lain menggunakan ramuan turun-temurun lidah buaya sedari kecil (saya masih sangsi karena lidah buaya biasanya dijadikan sebagai penebal rambut yang tipis bukan sebagai penghitam rambut karena yang saya tau urang-aringlah bahan yang cocok)
Ia baca:Jani menganggap orang bule suka dengan wanita oriental berambut hitam dan berkulit coklat karena eksotis bukan yang bertampang bule juga seperti dirinya.Itulah mengapa ia tidak setuju dengan istilah Red is hot.Betul gak Jan?engaakkk!!!



Rabu, 08 September 2010

lebaran, keluarga, hewan

Lebaran sebentar lagi, banyak yang harus dipersiapkan. Apakah para pembaca yang budiman dan budianduk sudah mempersiapkan baju lebaran, ketupat, kue nastar dan aneka barang penggembira lebaran? Jika belum, beli saja sama Mail dua seringgit.

Sebenarnya tadi saya hanya ingin memberikan sedikit intermezzo, saya sendiri juga bingung kenapa jadi ngawur kaya gini. Baiklah, kembali ke topic. Tema saya pada tulisan kali ini adalah keluarga. Inget lebaran jadi inget keluarga, apalagi kalo yang punya keluarga dikampung. Orang yang punya kampung hampir bisa dipastikan akan ngumpul bareng keluarganya saban lebaran. Beda dengan penulis yang keturunan betawi, tidak punya kampung (hiks). Setiap lebaran paling keliling kemanggisan (nama kelurahan), karena hampir semua warga yang tinggal di kelurahan itu-yang orang betawi-adalah sodara saya,hahahaha tiba-tiba bangga. Keluarga saya sendiri biasanya ngumpul dirumah nenek saya,tapi sekarang nenek saya sudah meninggal dan rumahnya sudah dijual. Dirumah itulah biasanya saya sewaktu bocah menginap disetiap akhir pekan.

Tidak cuma nenek saya yang tinggal dirumah itu, satu orang paman saya yang masih bujang juga tinggal disitu. Nah, paman saya yang satu ini sedikit ajaib-mungkin dia keturunan steven irwing-karena berkat paman saya itu rumah nenek saya jadi seperti kebun binatang. Berbagai macam hewan,baik yang wajar dipelihara maupun hewan yang tidak wajar menjadi peliharaan memenuhi rumah itu. Sebut saja kucing, bebek, ayam, burung, kelinci, ikan, lobster, dan bahkan burung bangau dipelihara. Untuk kucing sendiri terdiri dari beberapa jenis, mulai dari kucing kampung, Persia, anggora, keturunan anggora (artinya kucing anggora betina paman saya dihamilin sama kucing garong,jadinya anaknya blesteran),kucing siam, sampai kucing hutan-yang saya gatau gimana cara paman saya bisa mendapatkannyapun dipelihara. Begitu juga dengan ikan, ikan koi, mas koki( nama ikan bukan nama tukang bakso), ikan lele, mujair, lo han, ikan badut, ikan cupang dan jenis-jenis ikan hias yang saya gatau namanya apa. Tapi berkat itu saya dan sepupu-sepupu saya jadi demen main kerumah nenek saya karena banyak binatang, para orangtua pun merasa senang karena ga perlu ngeluarin biaya rekreasi ke kebun binatang aah, anak-anak senang orang dewasa juga senang. Satu-satunya orang eh bukan , satu-satunya hewan yang gak senang akan hal tersebut adalah ikan.

Untuk ikan sendiri, pada saat saya kecil saya sering menganiaya mereka. Mulai dari nyerok-nyerokin ikan (tanpa sepengetahuan paman saya tentunya), ngeledekin ikan (eits, pembaca jangan berpikir saya memasang tampang nyolot didepan akuarium sambil mengeluarkan jari telunjuk dan jempol membentuk huruf L dan meletakannya didepan jidat saya. Itumah cara saya ngeledekin geng loser bukan cara saya ngeledekin ikan) cara saya ngeledekin ikan adalah saya dengan sengaja mengambil toples makanan ikan lalu mengocok-ngocok toples sampai berbunyi diatas akuarium. Dari situ saya bisa ngeliat ikan-ikan berenang mengikuti arah toples dan mulut mereka monyong-monyong di permukaan air seraya berkata” kak, kasian kak. Saya belum makan dari lahir” begitu ikan-ikan mulai beringas dan mupeng banget pengen makan, saya naro toples makanan ikan ketempat semula dan mulai ketawa-ketiwi karena berhasil nepu ikan.

Saya : Hahahhaha ikan kamu liat di sebelah lemari itu ada apa, sebuah kamera. Anda masuk program keenaaa deeeh
Ikan: blpblpblpblp

Tapi selain itu saya bersikap baik kepada ikan peliharaan paman saya. Kalau ada ikan yang mati pasti saya dan sepupu saya langsung berinisiatif untuk mengubur ikan tersebut. Caranya:


  1.  Ambil daun dari pohon hias yang ada dihalaman
  2. Bungkus mayat ikan dengan daun
  3. Gali lubang dihalaman dan kubur ikan
  4.  Metikin bunga dan taburkan diatas kuburan
  5. Acting nangis, favorit saya adalah acting nangis seperti ini: “huaaaaaa, dia masih mudaaaaaa,hiks”
Bagaimana pemirsa, mudah bukan cara membuatnya?

Hal-hal yang diatas adalah perilaku saya ketika masih kecil, sekarang saya sudah dewasa dan tumbuh menjadi gadis penyayang binatang. Walaupun saya pernah memeras anak ayam sampai mati dan ususnya keluar, itu kan waktu masih kecil, beda klasemen dengan sekarang. Sekarang saya bahkan berpikir untuk pembentuk partai hewan untuk pemilu selanjutnya. Kalau saya terpilih saya akan mensejahterakan hewan terlantar, dan memberikan subsidi whiskas dan tuna in jelly, sekian.
 ini salah satu kucing paman saya

Written by the most adorable girl in the universe

Selasa, 07 September 2010

SMA OH SMA

Kali ini penulis ingin membagikan sekeping kenangan penulis saat aktif menjadi ABG Labil (SMA). Masa putih abu-abu merupakan masa transisi untuk penulis. Memilih jalan untuk menjadi manusia yang “normal” menurut orang kebanyakan atau “tidak biasa” bagi sedikit orang. Saat duduk dibangku kelas 3 penulis merasa sangat tertekan, bukan karena jurusan yang penulis dapatkan (dengan sangat kebetulan atau karena wali kelas penulis kelas 1 dendam dan menjerumuskan penulis kesana) IPA, melainkan karena teman-teman penulis yang mayoritas imbisil.
Dikelas dengan banyak orang yang pandai memainkan rumus dan berkonsentrasi layaknya para pertapa yang mengharapkan wejangan dari sang Budha, entah mengapa penulis memilih teman yang bahkan tidak sadar bahwa mata pelajaran yang akan di UAN kan berjumlah 6. Kegiatan penulis selama SMA hanyalah menertawai hal-hal yang ga penting,berkaroke ria saat guru menjelaskan, bermain kartu saat tidak ada guru,dan memparodikan hampir setiap tayangan tv, tanpa menyadari UAN hampir menyapa.
Sampai suatu hari akhirnya penulis sadar, dan ingin mencoba mengikuti bimbingan belajar yang dilaksanakan oleh alumni disekolah.
Hari itu setelah selesai mengikuti pendalaman materi, penulis merasa sangat berbeda, karena biasanya 10 menit sebelum jam PM berakhir penulis sudah merapikan semua alat-alat berperang penulis, kertas dan pensil. Di mata orang awam (guru) hal ini sangat biasa dan tidak menimbulkan kecurigaan, mengingat perlengkapan itu sangatlah diandalkan oleh para pelajar untuk mencatat ilmu yang sedang ditrasfer sang guru. Namun layaknya spongebob, selembar kertas dan pensil dapat menjadi apa saja bagi penulis (imajinasi..) sebagai sarana menggambar, bermain bola, origami, sampai saling menghina, semua hanya membutuhkan kertas dan pensil, voilaa!!
Hari ini berbeda ya cukup berbeda, setelah bel berbunyi penulis baru mulai merapikan perkakas yang ada di meja penulis, sayangnya karena teman-teman terdekat penulis di kelas tidak ada yang berminat mengikuti bimbingan 1 hari tersebut jadilah penulis mengikuti kelas itu bersama teman sekelas penulis saat kelas 1. Sialnya teman penulis yang satu ini kelakuannya lebih ajaib dibanding teman penulis yang lain. Saat penulis hendak keluar dari kelas, Kori (sebut saja) sudah tersenyum bahagia dan melambaikan tangannya di depan pintu kelas. Kori memang sangat periang, sehingga keceriannya yang overdosis kadang membuat penulis meriang. Saat melangkah keluar, Kori malah mengajak penulis untuk tetap di kelas dan menggambar-gambar di white board, karena kelas bimbingan baru dimulai 30 menit lagi. Kori mulai menggambar dengan bersemangat layaknya semangat teman-teman kita untuk menyentuh penghapus magnet di ETC. Setelah mulai bosan, Kori mengajak penulis menuju basecampnya murid perempuan, yap kamar mandi, dan dimulailah bencana itu. Dalam perjalanan ke kamar mandi kami memutuskan untuk menyalurkan bakat terpendam kami, berhubung sudah sore dan lobi sudah kosong (kelas penulis di lantai 3). Kori mulai berjalan sambil berjingkrak kecil dan saya mulai bernyanyi lagu-lagu yang sedang in saat itu. Yaa tepat sekali, kami sedang berpura-pura membuat film remaja, Kori sebagai aktris dan saya dubbing beserta back soundnya. Layaknya pembukaan film anak remaja yang bersetting disekolah dengan peran utama yang sok ceria sambil berlari kecil dan mengeluarkan kalimat andalannya ” Gue Kori.. Gue sekolah di SMA .... dsbdsb.” Hal itu terus berlanjut sampai kami tiba di kamar mandi. Saat sedang tertawa-tawa kami tidak sadar menutup pintu utama kamar mandi, yang notabene semua anak perempuan disekolah sudah tahu kalau gagang didalamnya sudah tidak ada (hanya bisa dibuka dari luar). Jeeeegeeerrr!!! Panik, hari sudah cukup gelap, hanya tinggal beberapa anak saja yang masih di sekolah, itu juga dilantai 1 soalnya mau ikut bimbingan. Tapi kepanikan hanya terjadi sekitar 2 menit, teknologi menyelamatkan kami, handphone. Namun layaknya disinetron-sinetron, ada aja masalahnya. Hari itu dengan imbisilnya Kori ngga bawa hape, hebatnya pulsa penulis pun hanya sanggup menunaikan tugas satu kali sms. Paniiiikkk !!! Akhirnya kami pun berpikir untuk menggunakan 1 kesempatan itu sebaik-baiknya. ”Sms Edo!” kata Kori. Pria dengan tampang cool-ii, digandrungi ade-ade kelas saat memarkir motor di depan masjid (selama dia ga bersuara pastinya, karena kalo sampai keluar kata-kata dari mulutnya terkuaklah karakter suara gadis cempreng yang minta dibeliin gorengan) itu memang merupakan tim inti gerombolan imbisil kami. ”Iyaiya dia pasti mau tuh balik lagi ke sekolah menyelamatkan teman-teman terkasihnya!” kata penulis semangat. ”Betul-betul, udah sms!” kata Kori menggebu-gebu. Namun saat penulis mulai mengetik sms muncul keengganan yang sangat, Kori pun terlihat berpikir. Dan tiba-tiba kami memutuskan membuang kesempatan untuk sms Edo. ”Jangan dia deh” kata Kori dengan laga sok tahu. ”Iya temen kita kan masih banyak, yang lain aja” jawab penulis. Bayangan Edo besok teriak-teriak pake toa buat ngumumin kita kejebak di kamar mandi membuat keinginan sms dia lenyap. Ditambah lagi kita suka banget ngejek korban-korban gagang pintu, kalo sampe ketauan kita juga kejebak, aawww drag me to hell.
”Beem aja gimana?” kata penulis. ”Iyaiya dia kan ada di bawah tuh ikut kelas bimbingan.” Kori menyahut. Cewek alim berjilbab dengan frekuensi suara yang hanya bisa didengar kelelawar itu memang bukan ide yang buruk. Saat sedang menggonta-ganti isi sms yang tadinya ingin dikirim ke Edo, penulis berpikir. ”Eh bimbingan kan udah mulai, ga mungkin manusia setipe Beem mau ngeliat hpnya” kata penulis.”Bener juga, dateng ke kelas aja ga pernah bersuara” kata Kori. Setelah berkutat dengan banyak nama, akhirnya terpilihlah Dila, teman kelas 2 penulis itu adalah yang paling mendekati kriteria penolong yang diinginkan penulis dan Kare(bener-bener gatau diri penulis dan Kare). Tidak terlalu membuka diri (pasti ga akan cerita-cerita kalo penulis terjebak di kamar mandi), baik, pinter, rajin buka hape yang paling penting (menurut survei penulis selama 1 tahun duduk dibelakangnya), dan suka nraktir (siapa tahu pas dia udah nyelametin penulis dan Kori dia nawarin es teh, takut kita dehidrasi kelamaan di kamar mandi). Message delivered. Great sekarang tinggal nunggu. 5 menit pertama, mungkin lagi nyatet cara yang penting jadi gabisa keluar kelas. 10 menit kedua, mungkin Dila bingung cari alesan keluar kelas. 15 menit kemudian, oke dia bukan lagi Dila yang gue kenal, dia ga baca sms kita!!! Teriak-teriak kaya orang kesurupan pun akhirnya kita lakuin, berharap ada semut merah yang nyampein suara kita ke seseorang. Nihil, bahkan ga ada 1 pembersih sekolah pun yang lewat. Akhirnya Kori mutusin untuk manjat, dan mencoba berteriak melewati ventilasi kecil diatas pintu nan laknat yang mengunci kita. Ketika hampir frustasi, tiba-tiba Kori berteriak “Ndjuu ... Ndjuu.. ada Ndjuu... Ndjuuu ini Kori di kamar mandi lantai 3, Ndjuuu.... ni liat tangan Kare niii, Ndjuuu, Kori kejebak dikamar mandiii..!! 10 menit kemudian pintu terbuka, cewek dengan tinggi semampai dengan rambur bergelombang itulah penyelamat kami. Dan itulah awal mula penulis berkenalan dengan Ndju, Juliana, atau yang lebih dikenal dengan julukan Susanna karena tampangnya yang aga horor. Akhirnya kami berdua tiba dikelas bimbingan tambahan dengan muka semerawut layaknya korban bencana semi alam yang udah ga ada niat belajar tentunya. Terakhir penulis tahu bahwa keberhasilan kami lolos dari jebakan gagang pintu adalah sebuah miracle, karena menurut Kori, biasanya Ndju sangat susah untuk mendengar (baca: bolot stadium 4 udah ga ketolong). Tapi wel Ndjuuu u are my hero!! Dan membuat penulis sadar bahwa untuk menghadapi UAN juga dibutuhkan miracle lebih dari seorang Ndju!!!!

Piss love n guilty 

Jumat, 03 September 2010

perpisahan

Mungkin sebagian besar mahasiswa UI menyetujui bahwa teman-teman OBM adalah teman yang paling asik. Walaupun kita disatukan hanya seminggu tapi kayaknya udah kenaal banget sama teman-teman kita itu. Sama-sama berawal sebagai mahasiswa baru yang gak tau apa-apa tentang perkuliahaan, menjadikan kita teman senasip sepenanggungan, ngerjain tugas bareng, makan bareng, diskusi kelompok bareng-yang biasanya malah berakhir dengan cerita-cerita plus ketawa-ketiwi bukannya diskusiin materi kuliah. Pas hari terakhir OBM terasa berat karena harus berpisah dengan teman-teman yang udah terlanjur melekat dihati dan keadaan kelas yang udah terasa sangat kompak.
Kali ini saya benar-benar harus berpisah dengan seorang teman OBM untuk selama-lamanya.
Hari itu hari jumat tanggal 3 september 2010, setelah kembali berkuliah selama lima hari pasca liburan tiga bulan, saya memutuskan untuk
membuka facebook yang sudah seminggu belakangan ini tak terjamah akibat kesibukkan kuliah. Saat itu saya menerima message dari Guntur, teman OBM saya yang berada di fakultas ekonomi. Wah sepertinya akan ada buka puasa bersama teman-teman OBM, pikir saya saat itu. Betapa kagetnya saya setelah membaca message yang berbunyi;
halo teman, inget akhmad rofi temen OBM kita. dia meninggal kecelakaan pagi tadi perjalanan ke kampus. nabrak truk. tolong beri tahu semampu lo ya ke temen OBM kita yg lain

Saya kaku didepan laptop, baca message yang sama berulang kali, mengucapkan ya ampun berulang kali. Rasanya tenggorokan saya tercekat, saya mulai merasakan mata saya panas dan penglihatan kabur akibat mata saya yang berkaca-kaca. Saya melihat tanggal dikirimkannya message itu, 2 september, berarti kemarin. Kemarin saya masih ketawa-ketawa,ngejayus seperti biasanya. Kemudian saya membalas message dari Guntur,
inalillahi, beneran?
ya ampun gw gak percaya,

Jujur saya masih tidak percaya pada message itu, saya langsung membuka facebook Rofie. Saya mulai merasakan hidung saya berair ketika membaca comment di facebook Rofie dan mengetahui bahwa hari ini adalah hari ulang tahun Rofie.
Saya menerima sms dari Fika, Fika pernah sekali bertemu dengan Rofie. Katanya lebih baik saya solat dan mendoakannya. Itulah yang saya lakukan, ketika saya sendirian berada dikamar mandi rasanya kelenjar air mata saya bereaksi. Ketika solat pun saya tidak bisa menahan air mata. Rofie yang periang, yang selalu ketawa-ketawa, yang selalu ngelucu, yang asik diajak berantem-beranteman, yang ngatain saya forkabi karena saya orang betawi-padahal dia orang betawi juga,makanya saya ngatain balik dia dengan sebutan FBR. Saya merasa sangat sedih, padahal saya cuma seminggu sekelas sama dia. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana keadaan orang yang bertahun-tahun kenal dan juga bagaimana keadaan keluarganya. Semoga mereka semua di berikan ketabahan dan semoga amal ibadah Rofie diterima disisi-Nya. Amien

Jumat, 27 Agustus 2010

Perkembangan Seni Karawitan Jawa di Bumi Pertiwi

setelah berlembar-lembar postingan gak penting, kali ini saya akan menerbitkan sebuah postingan yang berguna. tulisan yang saya pilih kali ini adalah tulisan yang pernah menjadi paper saya ketika dihadapkan untuk membuat tugas paper karawitan jawa. semoga paper ini berguna bagi nusa dan bangsa, serta dapat mempertebal rasa nasionalisme. hidup Indonesia, ganyang malaysia (lho)


Perkembangan Seni Karawitan Jawa di Bumi Pertiwi

Dewasa ini seni karawitan jawa sedang ”naik daun” di berbagai belahan dunia, contohnya di California (USA), Muenchen (Jerman) dan Amsterdam (Belanda). Seni yang eksotis dan ekslusif menjadi daya tari tersendiri bagi karawitan jawa untuk menarik perhatian banyak orang. Jika di Amerika Serikat semua perguruan tingginya telah membuka kelas karawitan jawa, lain halnya dengan di Muenchen. Di Muenchen setiap bulannya di gelar pentas orkestra gamelan dengan harga tiket yang mahal, meskipun begitu , tiap bulan penonton pasti memadati gedung orkestra dan tiketpun laris manis. Lebih mengherankan lagi, ternyata seluruh personilnya adalah warga negara asli Jerman. Sedangkan di Belanda , nabuh gamelan bukan lagi sekedar mencari hiburan, namun sebagai olahraga pengganti Yogya dan Taichi. Dengan melihat begitu banyaknya apresiasi yang di raih seni karawitan jawa di negeri orang menimbulkan suatu pertanyaan:” Apakah di negerinya sendiri karawitan jawa mendapat tempat yang istimewa dengan tingkat apresiasi sebesar di luar negeri?”
Sebelum membahas perkembangan seni karawitan jawa di Indonesia, akan dibahas tentang awal mula karawitan dan pengaruhnya bagi kehidupan seni dan budaya di indonesia. Gamelan Jawa merupakan seperangkat instrumen sebagai pernyataan musikal yang sering disebut dengan istilah karawitan. Karawitan berasal dari bahasa jawa rawit berarti rumit, berbelit – belit, tetapi rawit juga bararti halus, cantik, berliku-liku dan enak. Dalam mitologi Jawa, Gamelan diciptakan oleh Sang Hyang Guru pada Era Saka, Dewa yang menguasai seluruh tanah Jawa, dengan istana di gunung Mahendra di Medangkamulan (sekarang Gunung Lawu). Sang Hyang Guru pertama-tama menciptakan gong untuk memanggil para dewa, dan untuk pesan yang lebih khusus Ia kemudian menciptakan dua gong, lalu akhirnya terbentuk seperangkat Gamelan. Sebagian besar alat musik Gamelan terdiri dari alat musik perkusi yang dimainkan dengan cara dipukul atau ditabuh. Oleh sebab itu pada waktu orang memainkan alat musik Gamelan biasanya disebut “NGGAMEL”. Nggamel adalah bahasa Jawa yang berarti Memukul / Menabuh. Inilah sebenarnya asal usul kata GAMELAN (Nggamel = Gamel ditambahan akhiran –an).


Jika di telaah melalui kacamata sejarah, karawitan telah ada sebelum masuknya pengaruh India dalam seni budaya Indonesia,jadi dapat dikatakan bahwa karawitan jawa merupakan seni kebudayaan asli Indonesia selain wayang, batik, ilmu-ilmu sajak, pengerjaan logam, sistem mata uang sendiri, ilmu teknologi pelayaran, astronomi, pertanian sawah dan sistem birokrasi pemerintah yang teratur ( Dr. J.L.A. Brandes,1889). Pada candi-candi di Indonesia terpahat berbagai instrumen gamelan, antara lain ; pada beberapa bagian dinding candi Borobudur dapat 17 dilihat jenis-jenis instrumen gamelan yaitu: kendang bertali yang dikalungkan di leher, kendang berbentuk seperti periuk, siter dan kecapi, simbal, suling, saron, gambang. Pada candi Lara Jonggrang (Prambanan) dapat dilihat gambar relief kendang silindris, kendang cembung, kendang bentuk periuk, simbal (kècèr), dan suling. Gambar relief instrumen gamelan di candi-candi masa Jawa Timur dapat dijumpai pada candi Jago (abad ke -13 M) berupa alat musik petik: kecapi berleher panjang dan celempung. Sedangkan pada candi Ngrimbi (abad ke – 13 M) ada relief reyong (dua buah bonang pencon). Sementara itu relief gong besar dijumpai di candi Kedaton (abad ke-14 M), dan kendang silindris di candi Tegawangi (abad ke-14 M). Jelas terlihat bahwa karawitan sangat populer dan berpengaruh pada masa lampau.
Dahulu pemilikan gamelan ageng Jawa hanya terbatas untuk kalangan istana. Kini siapapun yang berminat dapat memilikinya sepanjang bukan gamelan-gamelan Jawa yang termasuk kategori pusaka (Timbul Haryono, 2001). Secara filosofis gamelan jawa merupakan satu bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Jawa. Hal demikian disebabkan filsafat hidup masyarakat Jawa berkaitan dengan seni budayanya yang berupa gamelan Jawa serta berhubungan dekat dengan perkembangan religi yang dianutnya. Bagi masyarakat Jawa gamelan mempunyai fungsi estetika yang berkaitan dengan nilai-nilai sosial, moral dan spiritual. Kita harus bangga memiliki alat kesenian tradisional gamelan. Keagungan gamelan sudah jelas ada. Duniapun mengakui bahwa gamelan adalah alat musik tradisional timur yang dapat mengimbangi alat musik barat yang serba besar. Di dalam suasana bagaimanapun suara gamelan mendapat tempat di hati masyarakat. Gamelan dapat digunakan untuk mendidik rasa keindahan seseorang. Orang yang biasa berkecimpung dalam dunia karawitan, rasa kesetiakawanan tumbuh, tegur sapa halus, tingkah laku sopan. Semua itu karena jiwa seseorang menjadi sehalus gendhing-gendhing (Trimanto, 1984). Gamelan dibunyikan atau digunakan untuk mengiringi pergelaran wayang, mengiringi tari-tarian, mengiringi upacara sekaten, upacara kenegaraan/keagamaan, mengiringi klenengan untuk hal-hal tertentu (upacara nikah, ngundhuh mantu dan lain-lain).
Seni karawitan (musik pentatonis) mendapatkan kedudukan yang istimewa di dunia seni pertunjukan Indonesia. Tentu saja, pernyataan ini tidak sekedar pujian atau basi-basi tanpa alasan. Di Surakarta dan Yogyakarta (eks ibukota kerajaan) yang hingga sekarang menjadi pusat budaya (kesenian), seni karawitan dapat berkembang bebas, baik di lingkungan njeron beteng (kraton) maupun luar kraton. Hampir setiap kelurahan di Yogyakarta memiliki seperangkat gamelan (alat musik Jawa), bahkan ada yang lebih dari satu unit. Belum lagi gamelan milik personal, baik dari kalangan bangsawan kraton, seniman maupun masyarakat biasa. Di sela-sela kesibukan masyarakat, dapat dipastikan ada aktivitas nabuh gamelan yang dilakukan rutin berkala. Ada kelompok yang beranggotakan pria dewasa, wanita dewasa, remaja serta anak-anak.
Indonesia pernah memiliki tujuh (7) SMKI (Sekolah Menengah Karawitan Indonesia), lembaha pendidikan formal sederajad SMA, sebagai tempat mempelajari karawitan secara intens bagi anak usia remaja. Di tingkat perguruan tinggi,masih ada beberapa institut seni yang tetap berkibar dan memiliki ribuan mahasiswa program studi karawitan. Hasil dari kedua jenjang pendidikan formal tersebut tentu saja profesional-profesional muda di bidang seni pertunjukan (karawitan). Namun belakangan ini minat pemuda untuk masuk Sekolah Menengah Karawitan Indonesia semakin berkurang,bahkan jumlah siswa yang mendaftar tidak memenuhi kouta. Hal itu sangat ironis mengingat ahli-ahli di bidang karawitan yang akan dihasilkan menjadi semakin berkurang, sedangkan di belahan dunia lain karawitan jawa mengalami perkembangan yang pesat. Seiring dengan di bukanya kelas-kelas karawitan di perguruan tinggi di USA, maka di perlukan juga banyak tenaga pelajar yang merupakan seniman profesional berijazah di bidang karawitan. Sungguh menyedihkan jika seni karawitan jawa, yang notabene merupakan hasil budaya Indonesia kekurangan tenaga pengajar sehingga memakai orang asing sebagai pengajarnya.
Harus diakui bahwa ada perasaan iri ketika menyadari kemapanan masa depan seni karawitan lebih menjanjikan di belahan benua lain. Bahkan kadang muncul pernyataan mereka telah mencuri warisan budaya bangsa kita. Kenyataanya tidak harus menyalahkan negara lain, hal itu terjadi karena kita acuh tak acuh terhadap hasil kebudayaan sendiri. Mental nasionalisme bangsa kita seperti butuh ”pemacu” untuk kembali menumbuhkan semangat cinta budaya sendiri.

Sebagai pemilik, masyarakat kita ternyata cenderung menempatkan karawitan sebagai sesuatu yang eksklusif. Sudah bukan hal yang langka apabila hampir semua bangunan joglo dilengkapi dengan seperangkat gamelan yang tertata apik di salah satu sudutnya. Jika ada yang hendak mencoba nabuh, belum tentu diizinkan. Ada beribu alasan untuk menjadikan gamelan layakya benda keramat bertuah, sehingga tidak sembarang tangan boleh menyentuh. Bilapun mendapat izin, si pemilik akan lebih dulu menyampaikan peringatan-peringatan “menakutkan” dengan suara ketus dan sorot mata tajam. Mungkin hal tersebut yang membuat masyarakat enggan untuk belajar karawitan.
Selain masalah sugesti dan pandangan mistik masyarakat Indonesia terhadap penggunaan gamelan jawa, hal lain yang turut menghambat perkembangan karawitan jawa di negeri sendiri adalah karena adanya masalah kurikulum pada pendidikan formal seni karawitan. Pendidikan formal seni karawitan sangat mengutamakan usaha agar menghasilkan lulusan berkualitas pada aspek skill. Terbukti bahwa untuk menemukan sarjana seni yang terampil memainkan semua alat musik bukanlah hal yang sulit. Namun tampaknya untuk menemukan sarjana seni yang mampu men-transfer ilmunya kepada orang lain adalah perkara sulit. Jangankan mengajarkan kepada orang lain, untuk memahami sendiri, ketika masih sekolah mereka sangat kesulitan. Pembelajaran seni (karawitan) yang konservatif, tidak mempertimbangkan aspek psikologis, dan menitikberatkan kesenimanan, adalah kelalaian terhadap proses pelestarian seni karawitan jawa. Serta anggapan karawitan adalah seni budaya yang kuno dan tidak mengikuti perkembangan zaman turut menjadikan karawitan jawa budaya yang terdengar membosankan bagi generasi muda. Keberadaan seni karawitan di luar pulau Jawa memang tidak sepopuler seperti di daerah Surakarta dan Yogjakarta.
Sebaiknya dunia pendidikan formal sudah harus menyiapkan sarjana-sarjana yang memiliki spesifikasi sebagai pendidik, pengaji,kritisi, dan pengelola, selain praktisi seni pertunjukan (karawitan). Mereka inilah yang nantinya akan bersinergi sebagai agen budaya dalam rangka menciptakan iklim kondusif untuk kelangsungan hidup seni karawitan di “rumah sendiri” sarjana yang memiliki spesifikasi sebagai pendidik, pengaji,kritisi, dan pengelola, selain praktisi seni pertunjukan (karawitan). Mereka inilah yang nantinya akan bersinergi sebagai agen budaya dalam rangka menciptakan iklim kondusif untuk kelangsungan hidup seni karawitan di “rumah sendiri”.


Seni gamelan jawa mengandung nilai-nilai historis dan filsofis bagi bangsa Indonesia. Dikatakan demikian sebab gamelan jawa merupakan salah satu seni budaya yang diwariskan oleh para pendahulu dan sampai sekarang masih banyak digemari serta ditekuni. Secara Hipotesis, masyarakat Jawa sebelum adanya pengaruh Hindu telah mengenal sepuluh keahlian, diantaranya adalah wayang dan gamelan. Sebagai ”ahli waris” seni karawitan jawa sudah seharusnya masyarakat Indonesia menghargai,melestarikan dan mencintai kebudayaan bangsanya sendiri sebelum adanya ”klaim-klaim” lain dari negara tetangga dan barulah mata kita terbuka dan menyadari betapa indahnya budaya Indonesia. Ternyata benar kata pepatah ”kita tidak akan menyadari betapa berharganya sesuatu jika kita tidak kehilangannya”.